Judul : Nyao
Pulang Ka Badan
Lagu : Nyao
Pulang ka Badan dari Ratu Sikumbang
Mati Raso dari Ratu Sikumbang
+++
Mungkin dek
untuang nan indak ado
Ba urak raso
jalinan cinto
Kini lah lamo
maso balalu
Lah habih lah
ilang rindu
+++
Ify melangkahkan kakinya memasuki
gerbang sekolah lamanya. Sudah lama sekali ia tak melangkahkan kaki kesekolah
ini. Jika dihitung-hitung sudah hampir 3 tahun yang lalu semenjak ia lulus dari
sekolah itu. Ia tersenyum mengingat setiap yang ia kerjakan ditempat ini.
Tempat yang selalu ia datangi selama tiga tahun. Tempat yang membuatnya
menikmati masa putih abu-abunya. Tempatnya belajar, bermain, berbahagia, sakit
hati, sedih, senang, suka dan duka. Tempat ini penuh kenangan.
“Eh
ado Ify. Lah lamo ndak kasiko. Ba a kaba nak?(Eh ada Ify. Udah lama gak
kesini. Gimana kabarnya bak?)”
Ify menoleh. Ternyata satpam sekolah
ini masih sangat mengingatnya. Bahkan sudah enam tahun berlalu. Ia menghampiri
pria yang rambutnya sudah mulai memutih itu. Menjabat tangan yang mulai ringkih
itu dan mengucapkan salam.
“Alhamdulillah
sehat Pak De. Pak De ba a? Sehat kan?(Alhamdulillah sehat Pak De. Pak De
sendiri gimana?)”
“Alhamdulillah
sehat Nak. Ado acara a kasiko? Reuni jo kawan-kawan lamo yo?(Alhamdulillah
Sehat Nak. Ada acara apa kesini? Reuni sama temen-temen lama ya?)”
Ify tersenyum mengiyakan. Lalu
memulai percakapan dengan Satpam sekolah itu yang kerap mereka panggil Pak
De—entah karena apa, sembari menunggu teman-temannya yang lain menunggu. Bercerita
tentang perkembangan sekolah ini. Pergantian guru yang keluar masuk dan
kelakuan siswa-siswa dari tahun ke tahun. Ify menikmati obrolan hangat itu. Pak
De selalu mempesona dengan caranya sendiri.
“Dari
tahun ka tahun kayak iko se nyo nak. Siswanyo makin manjadi, guru makin cuek.
Biaso lah. Ndak samo jo tahun Ify dulu do, kalaupun tangka tapi masih
menghargai. Kok anak mudo kini kan bisa Ify caliak surang parangainyo. Minta
ampun awak dek nyo.”
Ify mengiyakan ucapan Pak De. Memang
seperti itu. Toh tidak hanya dikota-kota besar saja tingkah laku anak abg
sekarang yang melampaui batas, dikota Solok—kota tempatnya berada saja sudah
seperti ini. Ify juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka. Banyak yang
membawa pengaruh buruk itu untuk mereka. Lingkungan dan teknologi diantaranya.
Seseorang melambaikan tangannya pada
Ify yang membuat mata gadis itu melebar. Orang itu adalah orang yang paling
membuatnya ragu untuk datang ketempat ini. Kesekolah ini. Sosok itu juga banyak
memberikan kenangan dimasa sekolahnya. Sosok itu membuat badannya bergetar
hebat.
Ndak disangajo
kito batamu
Dingin badan ko
taraso kaku
Den jawek salam
mato balinang
Dunia taraso
baguncang
“Assalamualaikum.
Ba a kaba Fy? Sehat?(Assalamualaikum. Gimana
kabarnya Fy? Sehat?)”
Ify tersenyum seraya mengangguk.
Lantas menjawab salam yang diucapkan sosok itu. Menjabat tangannya dan menjawab
pertanyaannya. Melontarkan pertanyaan yang sama pula. Saling menyanyakan kabar
masing-masing dan mengingat masa-masa sekolahnya.
Sosok itu Rio Chaniago. Tinggi,
berkulit sawo matang dan memilik mata yang tajam. Garis wajah yang tegas
diumurnya yang sudah matang. Alisnya tebal, bibirnya penuh dan hidungnya
bangir. Intinya Rio itu sosok yang tampan dan gagah. Rio juga seorang yang
ramah, mudah bergaul dan disukai banyak orang. Rio termasuk orang yang dikelas
hampir oleh seluruh sekolah. Dari kepala sekolah sampai satpam dan para penjaga
sekolah. Dari ibu kantin sampai jajaran pengurus TU.
Sedangkan Ify hanya gadis biasa yang
hanya dikenal segelintir orang. Mungkin ibu kantin—tempatnya sering mangkir
dari pelajaran. Atau satpam yang selalu dirayunya agar dibukakan gerbang tiap
pagi karena selalu telat datang kesekolah, atau yang paling tinggi Wali
kelasnya dan guru BK.
Ify tersenyum mengingat semuanya.
Semua ini memang penuh kenangan. Termasuk tentang Rio. Rio yang membuatnya
mencintai kota ini. Rio yang membuatnya bersyukur dilahirkan dikota kecil yang
penuh keajaiban ini. Rio yang mengenalkannya pada setiap budaya yang ada dikota
ini. Rio yang membuatnya mengenal setiap tempat-tempat indah dikota ini. Rio
yang mengenalkan semuanya.
+++
---
Ify Philiani tersenyum kepada
orang-orang yang baru dikenalnya ini. Orang-orang yang tersenyum ramah padanya.
Ia mengikuti langkah Rio menuju Rumah Gadang itu. Dirinya dengan beberapa orang
lain sedang melakukan kunjungan disebuah Nagari yang ada disana. Namanya Nagari
Kinari di Kecamatan Bukit Sundi Kabupaten Solok. Nagari itu adalah asal Rio
berada.
Di sana Rio menceritakan bagaimana
para penduduknya yang ramah, terbuka dan sangat peduli terhadap sesama. Kinari
juga merupakan salah satu Nagari yang masih menjunjung tinggi rasa kekeluargaan
yang merupakan ciri Khas Minang Kabau. Di Kinari juga masih banyak ditemukan
rumah-rumah adat yang biasa disebut Rumah Gadang, disaat rumah adat Minang
Kabau itu sudah mulai punah.
Mereka juga mengunjungi beberapa
tempat di Nagari Kinari yang begitu terkenal salah satunya Sawah Sundi atau
Tabek, tetapi para remaja ataupun orang-orang sekitar sering menyebutnya
puncak. Karena memang tempat itu terletak dibagian tertinggi dari Nagari
Kinari. Beberapa juga menyebutnya Bintang.
Puncak atau Bintang adalah tempat
yang paling disukai Ify. Karena disiang hari saja tempat itu sangat indah,
hamparan persawahan yang tersusun begitu rapi sangat memanjakan mata. Juga
beberapa perbukitan yang nampak begitu elok. Dari sana juga terlihat dengan
jelas Gunung satu-satunya yang berada di Solok, Gunung Talang.
Dan disanalah Ify,Rio dan beberapa
temannya yang lain sedang berada. Mereka menikmati pemandangan itu dengan
beberapa makanan yang dijajakan disana. Matahari juga sudah mulai turun
keperaduannya. Membuat langit begitu indah, memberikan gradasi warna jingga
yang begitu menawan. Membuat semua mata tak dapat mengelak untuk melihat
pemandangan yang menakjubkan itu.
“Kok
pagi tambah rancak mah Fy(Kalo pagi makin bagus loh Fy).”
Ify menoleh, menatap Rio yang sedang
tersenyum melihat suguhan didepannya. Ify ikut tersenyum, melihat wajah Rio
yang diterpa cahaya matahari sore membuatnya semakin terlihat tampan. Tanpa
sadar wajah gadis itu memerah dan ia segera mengalihkan pandangannya.
“Dingin
ndak Yo disiko kalo pagi? Biasonyo kan tampek yang tinggi tu kan dingin(Dingin
gak yo disini kalo pagi? Biasanya kan tempat yang tinggi itu dingin).”
“Kok
ditanyo dingin tu iyo, tapi wak suko lari pagi ka siko Fy. Udaro nyo masih
segar, kabutnyo masih nampak, pokoknyo rancak lah.(Kalo ditanya dingin ya
pastilah, tapi Aku suka lari pagi kesini Fy. Udaranya masih segar, kabutnya
masih keliatan, pokoknya keren deh).”
“Kok
malam ba a?(Kalo malam gimana?).”
“Caliak
se be!(Liat aja nanti).”
Ify tergelak mendengar cara Rio
berbicara. Mereka lalu melanjutkan obrolan ringan yang membuat keduanya
terlihat begitu dekat, seperti dua orang sahabat yang udah lama gak ketemu.
Membuat obrolan yang begitu hangat membuat keduanya tak sadar bahwa matahari
telah mengilang, digantikan bulatan yang lain, yang tak kalah indahnya.
Ify menutup mulutnya melihat
hamparan langit dihadapannya. Matahari memang sudah tak lagi muncul tapi
cahayanya masih muncul dengan bentuk lagi sebuah bulatan yang begitu indah.
Bulan. Bulan juga tak sendiri muncul, ia datang bersama titik-titik terang yang
sangat disukai Ify. Mereka disebut bintang.
“Subhanallah. Keren banget, Yo!”
Rio tertawa pelan menikmati ekspresi
Ify. Baginya gadis itu terlalu ekspresif, mengutarakan semua yang dirasanya
dengan luar biasa. Seperti saat ini, Ify begitu menikmati semuanya. Mengucap
syukur berkali-kali atas apa yang telah disuguhkan oleh yang diatas padanya.
Dan Rio menatap Ify dengan penuh perasaan.
---
+++
Sepotong kejadian yang baru saja
mereka kenang buyar ketika tiba-tiba segerombolan orang datang menghampiri
mereka. Ify tersenyum ketika melihat siapa yang datang menyongsong mereka.
Sahabat-sahabatnya. Orang-orang yang sangat banyak melukiskan kenangan
untuknya.
Difna, Eliza, Emeur, Kiky sedang
saling mendorong bahu ketika Arif datang menengahi mereka. Mereka saling melempar
tawa yang terlihat sangat konyol diumur mereka yang sudah berkepala dua.
Difna Rosha Amanda, teman sebangku
yang tak pernah lepas dari Ify. Ify suka sekali memanggilnya Didip, entah
karena apa. Toh Didip pun tak pernah merasa keberatan. Jadi ify juga merasa
biasa saja memanggil Didip dengan panggilan itu. Kalau Eliza lain lagi, namanya
Eliza Guruh ah bukan Eliza Damayanti, teman-temannya juga memanggil Icho—ify
tak tau dari mana datangnya panggilan itu. Tapi semenjak terbitnya Novel Omen
yang ditulis oleh mbak Lexie, ify jadi suka memanggil Icho dengan panggilan
Eliza Guruh, soalnya dia juga psikopat sih kayak tokoh Eliza Guruh ini. He-he
Emeur ini namanya Emeur Maryan, tapi
Ify suka manggilnya ‘ntang’, bukan karena dia punya akun twitter
@akubintangjatuh, tapi karena ify manggilnya dia Kentang. Abisnya dia mirip
kentang, bulet imut-imut enak gitu(?).
Kalo Kiky ini temen SMP-nya ify,
jadi mereka emang udah deket banget dari dulu. Panggilannya sih Kytul kalo dari
Ify. Gak tau dari mana panggilan itu. Arif Reynald, tapi jangan pernah tanya
siapa Arif sama Ify soalnya dia gak bakalan kenal. Coba aja tanya Apepe, pasti
cewek itu langsung tau siapa yang lagi ditanya. Kata Ify apepe itu singkatan
dari Arif Pocong Perawan.
Mereka lalu segera menjabat tangan
Ify dan Rio dan saling melempar senyum satu sama lain. Menanyakan kabar masing-masing
dan keadaan masing-masing. Ify tersenyum senang, setelah tiga tahun berpisah
ternyata mereka masih seperti itu. Dandanan mereka memang jauh lebih dewasa,
tapi ketika mereka ketemu seperti ini teryata tak ada yang berubah. Semuanya
masih sama.
“Udah pada wisuda?”tanya Rio membuat
mereka saling menoleh satu sama lain.
“Ify
alun. Masih nyusun. Tigo tahun tu susah haha(Ify belum. Masih nyusun. Tiga
tahun itu susah haha)”Ify menjawab sambil tertawa.
“Kalau
ang nanyo samo den, jaleh se alun lai yo. Baru semester tujuah(Kalo lo
nanya sama gue, jelas belum lah yo. Semester tujuh nih.”Arif menjawab, lalu
ber-high five bersama Emeur. Mereka
semua kontak tertawa melihat bagaimana ekspresi Arif yang sama sekali tak cocok
dengan dandanannya yang super duper keren itu.
“Den
sangko ah lah sehat mah Rif, eh kironyo masih gilo bak cando dulu juo lai(Gue
kira lo udah sehat Rif, eh ternyata masih gila kayak dulu)”
Para cewek itu tak bisa menahan tawa
mendengar kelakar Rio. Arif yang menjadi bulan-bulanan hanya bisa cengengesan
dan meninju pelan lengan atas cowok itu. Membuat Rio menatapnya sambil
memperlihatkan gingsulnya.
“Masih
samo Hanin Pe? Langgeng?(Masih sama Hanin pe? Langgeng?)”
Hanin itu cewek Arif dari jaman
mereka masih duduk dikelas satu, Hanin itu teman sekelas Emeur yang notabene
adalah lingkaran persahabatan mereka, membuat Emeur harus meluangkan waktunya
untuk membantu cowok berkacamata itu pdkt dengan cewek yang juga berkacamata
itu. Akhirnya mereka jadian dan sepertinya langgeng sama saat ini.
“Ify
ndak tau? Nyo baduo kan nak nikah haha(Ify gak tau? Mereka berdua kan mau
nikah haha)”
Mulut Eliza langsung dibekap oleh
Arif dengan ganas, memperlihatkan kebiasaan mereka jaman dulu. Arif dan Eliza
seperti kucing dan anjing, tentu saja Arif yang bertindak sebagai kucing.
Begitu juga dengan Arif dan Emeur seperti kucing dan tikus, yap tentu saja Arif
yang jadi tikus. Pokoknya cowok satu itu selalu ditindas oleh kedua cowok itu,
Arif juga sih mau saja di-bully makhluk
astral kayak mereka. Biasanya yang jadih penengah kalo gak Didip ya Kytul.
“Tapi
Pepe lagi galau Fy, soalnyo kan adat urang cupak tu kareh. Ma bisa pepe
manuruik-an adat kayak tu.(Tapi Pepe lagi galau Fy, soalnya kan Adat orang
Cupak itu keras gitu. Mana bisa pepe nurutin adak kayak gitu)”
Solok memang begitu, tiap nagari,
tiap daerah memiliki adat masing-masing. Dalam hal pernikahan salah satunya.
Cupak, daerah Hanin salah satu yang masih menjunjung tinggi adat istiadat
disaat semua daerah mulai menghilang tradisinya. Katanya, daerah itu terlalu
banyak peraturan dan Arif tak bisa dengan itu semua.
“Oh iya, minggu depan gue mau ke janjang saribu. Pada mau ikut?”
Ify mengerjap, menoleh kearah
teman-temannya. Sudah lama sekali mereka tidak mengunjungi tempat-tempat yang
indah. Yang masih alami. Ketika teman-temannya mengiyakan ajakan Rio, Ify juga
sontak mengangguk penuh semangat kearah pemuda itu.
Rio tersenyum yang tanpa sadar
menggenggam tangan kanan Ify, mengajaknya berdiri mengikuti yang lain. Segera
memasuki aula tempat acara yang akan diselenggarakan. Bertemu dengan
teman-teman lama. Orang-orang yang memberikan warna dikehidupannya dulu.
Raso nyao pulang
kabadan
Raso hiduik
arwah nan hilang
Walau barek raso
didado
Lah den kubua
carito lamo
Kadalam den
raguak tangih
Dilua lai galak
juo
Kok cinto ndak
namuah habih
Den kukuik malah
hati ko
Ify bukannya tak sadar atas
semuanya. Rio berubah. Menjadi begitu manis. Dulu ia juga selalu memperlakukan
Ify dengan manis. Tapi dahulu Rio yang membuatnya jatuh cinta, lalu Rio juga
yang mematahkan hatinya. Ify masih ingat betul semua itu.
+++
Nafasnya sudah ngos-ngosan.
Sedangkan tangga yang ia naiki baru sampe 800—karena dihitungnya dari awal.
Teman-temannya sudah banyak yang lebih dulu darinya. Sekarang yang sedang
bersamanya hanya Rio seorang, bukan cuman berdua tapi juga ada teman-teman
angkatannya yang lain. Difna,Emeur,Eliza,Arif dan Kytul sudah jauh didepan
mereka. Sepertinya tadi mereka berlomba siapa yang akan sampe pertama kali di
tangga yang ke 1000.
Hari itu bukan hanya mereka, tetapi
hampir seluruh dari mereka. Ada Anaphely,Cintya Sari, Dinie Arika, Fanny Salma,
Gladys Alisa, Harisa Mirza, Ines Prabawati dan kembarannya Nazira Inez,
Istiqamah Nurfitri, Novita, Intan, Sari, Mitha, Sinta, Nadia, Putri Defri, Nova
Lee, Dwi Putri, Reza, Dima Sahara, dan masih banyak lagi. Ternyata Rio
mengusulkan untuk mengajak teman-teman seangkatan mereka hati itu, katanya
untuk membuat mereka menjadi dekat kembali atau sekedar mengingat hal-hal yang
dulu sering mereka kerjakan bersama. Salah satunya ya naik janjang saribu ini.
JanjangSaribu
terletak di daerah Sulik aia(Sulit Air), dinamakan janjang saribu karena memang anak tangganya berjumlah seribu buah.
Benar-benar seribu. Dulu tempat itu pernah dikunjungi Ify beberapa kali bersama
Rio dan teman-teman yang lain. Dulu tempat ini belum begitu terkenal, masih
belum diketahui orang banyak. Tapi dasarnya Rio yang memang hobi mengunjungi
tempat-tempat seperti ini, jadinya ia mengajak Ify kesini.
Anak tangga keseribu baru saja
diinjaknya beberapa menit yang lalu. Ify sedang duduk sambil meneguk air
mineral dari botol minumnya. Teman-temannya yang lain juga melakukan hal yang
sama, beberapa dari mereka sedang mendokumentasikan kehebohan yang tercipta
disana.
Rio tiba-tiba datang dan berdiri
didepan Ify, dihadapan semua teman-temannya. Ia mengungkapkan sesuatu yang tak
akan pernah disangka Ify. Sesuatu yang sangat diinginkan Ify, diucapkan pemuda
itu—dulu.
Alah
talambek da nyatokan cinto
Sungguha pun
denai da alun ba punyo
Dihati nan
ko da lah mati raso
Dek uda juo
ndeh mangko co iko
“Maaf yo. Aku gak bisa. Dulu kamu
kemana disaat hati aku luka?”
Ify mengusap airmata yang tanpa
sadar mengalir disudut matanya. Tempat ini dulu sangat disukainya, karena
tempat ini tempat yang selalu mengingatkannya pada sosok Rio. Rio yang baik
hati. Tapi tempat ini pula yang menjadi saksi, hatinya patah begitu Rio berkata
tak punya rasa padanya—dahulu. Sekarang Rio kembali membawanya kesini,
menawarkan hati yang sesungguhnya telah lama berdebu. Rio terlambat.
Maafkan
denai diak lahia jo bathin
Nyampang
laluko didalam dado
Tarimo cinto
diak nan salamo ko
Ka denai
rubah diak parangai lamo
Difna mendekat kearah Ify. Memeluk
tubuh gadis itu, meluruh bersamanya. Mengusap punggungnya guna membuat gadis
itu tenang. Karena yang ia tahu Ify tak butuh apa-apa selain pelukan. Pelukan
dari sahabatnya. Eliza, Emeur dan Kiky juga mendekat. Menghibur gadis itu.
Sedangkan Arif hanya mampu tersenyum perih dan menepuk-nepuk pundak Rio.
“Ba
a pun cintonyo ka ang dulu, kini lah basi yo. Hatinyo lah lamo padiah, luko.
Ang talambek.”
Solok. Kota tercintanya. Tempat yang
selalu ia suka. Semua sudut. Karena Rio. Dikota itu ia jatuh cinta, dikota itu
ia merasa bahagia. Namun kota itu juga yang membuatnya terluka, membuatnya
patah hati. Karena Rio juga. Terima kasih Solok. Terima Kasih Rio. Atas semua
kenangan yang pernah tercipta. Atas kesakitan yang dirasa.
+++
Tidak ada komentar:
Posting Komentar